Hukum Poligami Jika Istri Tidak Ikhlas dalam Islam

Memang benar, poligami pada dasarnya bukan sesuatu yang haram. Namun, bagaimana hukum poligami jika istri tidak ikhlas?

Dalam kenyataannya, niat seorang suami dalam poligami kadangkala malah menyakiti hati istri pertamanya. Akhirnya, muncul rasa tidak ikhlas dari sang istri pertama ketika mendapati kenyataan suaminya menikah lagi.

Penyebabnya biasanya karena:

  • Suami tidak meminta izin istri pertama, dan poligaminya baru diketahui setelah akad.
  • Suami tetap poligami meski saat masih proses bermusyawarah sang istri menyatakan sikap ketidaksukaannya.
  • Sosok istri baru suami adalah sosok yang dibenci oleh istri pertama.

Akibat ketidakikhlasan ini, akhirnya banyak persoalan muncul saat poligami telah berlangsung. Bahkan, tidak jarang hubungan suami dan istri pertamanya malah berakhir di meja perceraian.

Lalu, sebenernya bagaimana Islam memandang kasus istri yang tidak ikhlas suaminya poligami?

Hukum Poligami Jika Istri Tidak Ikhlas

Pada prinsipnya, mayoritas ulama mengatakan hukum poligami adalah mubah ,

Hal ini berdasarkan firman Allah ﷻ :

انْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

“nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim” (Qs; An Nisa; 3)

Syaikh Taqiyudin an Nabhani mengatakan ayat ini menunjukan kebolehan untuk berpoligami dan membatasinya dengan empat istri, tetapi ayat ini juga memerintahkan untuk berlaku adil kepada para istri. Ayat ini juga mendorong untuk menikahi hanya satu istri saja dalam keadaan khawatir tidak bisa berlaku adil. Karena mencukupkan satu istri dalam keadaan khawatir tidak bisa adil lebih dekat kepada sikap tidak menzalimi, sedangkan itu adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. (An Nabhani, Nidzam al Ijtima’ fi al Islam, hal, 131, Dar al Umah)

Kebolehan berpoligami bagi suami tidaklah terikat atau terkait dengan syarat apapun. An Nabhani mengatakan bahwa adil bukanlah syarat kebolehan berpoligami, tetapi adil adalah kewajiban suami ketika sudah berpoligami. 

Firman Allah ﷻ dalam surat An Nisa ayat 3 menunjukan kebolehan poligami secara mutlak tanpa dibatasi apapun.

Karenanya tidak disyaratkan untuk keabsahan poligami adanya persetujuan dari Istri, ikhlas atau tidaknya istri.

Namun, bukan berarti seorang suami boleh berpoligami dengan seenaknya tanpa bermusyawarah dengan istri dan keluarga besar, karena hal tersebut akan menimbulkan kecemburuan dan adanya pihak yang tersakiti akibat buruknya komukiasi suami kepada istrinya.

Kesimpulannya, suami yang berpoligami tanpa rasa ikhlas dari istri, hukumnya tetap sah. Namun bisa masuk kedalam mua’syarah (bergaul) yang buruk terhadap istri jika suami sama sekali tidak bermusyawarah atau mengkomunikasikannya dengan baik kepada istri.

Wallahua’lam.**

Rubrik Fiqih di asuh oleh Ustadz Robi Pamungkas, Pengajar di Mahad Khadiums Sunnah Bandung