Perbedaan Nahwu dan Sharaf

Dalam ilmu bahasa Arab, pelajaran nahwu dan sharaf pasti akan selalu dihadapi oleh setiap pembelajarnya. Namun terkadang masih ada saja yang bingung mengenai perbedaan diantara keduanya. Nah di artikel ini kami akan sedikit mengulas mengenai perbedaan nahwu dan sharaf dari beberapa sisi.

Biar gk makin penasaran, yuk langsung kita bahas aja…

Perbedaan Definisi Nahwu dan Sharaf

Definisi Nahwu

Secara bahasa, kata nahwu adalah bentuk mashdar dari kata naḥā (نحا) yang memiliki berbabagai macam makna. Namun makna utamanya adalah adalah al-qaṣd (الْقَصْدُ) yang artinya adalah tujuan, arah, dan maksud. Adapun makna-makna lainnya adalah metode, jalan, bagian, kira-kira, sebagian, seperti, sisi, sekitar, dan bagaikan.

Adapun menurut istilah, para ulama dan ahli nahwu berbeda pendapat dalam memaknai nahwu. Menurut Syaikh Aḥmad al-Hāsyimi didalam kitabnya al-Qawā’id al-Asāsiyyah li al-Lugah al-‘Arabiyyah, beliau berpendapat bahwa nahwu adalah: “Kaidah-kaidah yang menjelaskan keadaan harakat akhir kata berbahasa Arab sebagai hasil dari penyusunan kata dengan kata yang lain dari segi i’rāb, binā’, dan lainnya.”

Sedangkan Syaikh Ahmad Hasyimi dalam kitabnya yang cukup terkenal yaitu Jāmi’ al-Durūs al-‘Arabiyyah, beliau menyebut bahwa nahwu adalah: “Ilmu tentang prinsip-prinsip yang menjelaskan keadaan atau status kata-kata berbahasa Arab dari segi i’rāb dan binā’.

Definisi Sharaf

Secara bahasa sharaf berarti memalingkan, menolak dan menyesatkan. Adapun secara istilah, sharaf adalah ilmu untuk mengetahui perubahan-perubahan bangunan kata yang bukan dari segi I’rabnya, seperti mengetahui shahih, mudho’af atau ber’illatnya suatu kata dan gejala-gejalanya, baik berupa terjadinya pergantian, pemindahan, pembuangan atau perubahan syakal (harakat yang bukan pada akhir kata).

Dalam praktiknya, ilmu sharaf juga sering disebut sebagai ilmu tashrif. Tashrif perubahan bentukan kata tertentu ke dalam bentukan-bentukan lain berdasarkan pola-pola yang sudah baku. Tashrif dalam bahasa Arab umumnya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu tashrif lughawi dan ishtilahi.

Tashrif lughowi adalah sebuah bentuk tasrif fi’il tertentu dengan cara mengisnadkannya kepada dlamir baik mutakallaim, mukhatab atau ghaib. Dalam tasrif ini tidak terjadi perubahan sighat sebagaimana yang terjadi dalam tasrif istilahi. Secara keseluruhan terdapat 14 bentuk perubahan.

Tasrif istilahi adalah perubahan bentuk kalimat dari al-ashlu al-wahid menjadi al-amtsilah al-muhktalifah karena tujuan arti yang dikehendaki. Bentuk penulisan tashrif ini menyamping, dimulai dari penulisan bentuk madli dan diakhiri dengan penulisan bentuk isim alat. 

Perbedaan Pencetus Nahwu dan Sharaf

Pencetus Nahwu

Mengenai pencetus ilmu nahwu, para ulama sangat sedikit sekali berbeda pendapat mengenai hal ini. Semuanya sepakat bahwa pencetus ilmu nahwu adalah Abu Aswad Ad Duwali. Kala itu beliau merasa risih dan khawatir karena banyak sekali kaum muslim yang salah dalam melafalkan Al Qur’an.

Beliau kemudian melaporkan perihal ini kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Ketika mendengarkan laporan tersebut, Ali bin Abi Thalib langsung berinisiatif untuk menyusun kaidah-kaidah dan hukum-hukum mengenai pembagian kalimah, bab inna wa akhawātuhāiḍāfah, dan imālah, juga kaidah tentang ta’ajjubistifhām, dan lain-lain. 

Barulah setelah itu Ali bin Thalib memerintahkan Abu Aswad Ad Duwali untuk melengkapi apa yang sudah dia buat sebelumnya. Atas perintah tersebut, Abu Aswad langsung mentaati perintah amirul mukminin dan akhirnya melengkapi ilmu nahwu yang sudah disusun amirul mukminin.

Pencetus Sharaf

Ilmu sharaf berbeda dengan ilmu nahwu yang hampir tidak ada perselisihan tentang pencetusnya. Para ulama memiliki ragam pendapat mengenai siapa sebenarnya yang mula-mula menyusun ilmu yang mempelajari tentang perubahan kalimat ini. Diantara pendapat-pendapat para ulama tersebut adalah:

Disebutkan oleh sebagian riwayat, bahwa pertama kali yang mengarang ilmu shorof adalah Nashir bin Ashim. Namun Abdurrahman bin Harmaz, Abu Ishak Al-Hadromi, dan Yahya bin Ya’mar dalam  riwayat ini belum menyimpulkan kebenaran yang pasti.

Abdul Aziz Fakhir berpendapat bahwa orang pertama yang mengarang ilmu shorof dan kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu adalah Abu Utsman Al-Mazani (wafat 249 H) dalam kitab “At-Tashrif” yang di jelaskan oleh Ibnu Jani dalam keterangannya, namun pendapat itu lemah sebagaimana Ahmar Abi Hasan Ali Bin Hasan.

Diriwayatkan dari beberapa ulama mu’tabar seperti Imam Suyuthi, mereka berpendapat bahwa pengarang pertama ilmu shorof adalah Mu’adz bin Muslim Al-Harra (wafat 187 H).

Ustadz Doktor Abdul Fakhir berpendapat bahwa pengarang ilmu shorof adalah pengarang ilmu nahwu juga, dan dia menolak pendapat  bahwa Mu’adz adalah pengarang ilmu shorof.

Objek Bahasan

Nahwu

Dalam mempelajari ilmu nahwu, ada beberapa objek yang akan menjadi pembahasan utama. Diantaranya:

  • Mempelajari seputar akhir harokat dalam suatu kata (I’rob)
  • Mengkaji seputar huruf atau isim yang dapat mengubah struktur sebuah kalimat
  • Membahas tentang uslub-uslub dalam membuat sebuah kalimat.

Sharaf

  • Adapun objek utama yang akan menjadi bahasan ilmu sharaf adalah:
  • Mempelajari seputar pembentukan dan perubahan sebuah kata
  • Mengkaji tentang perbedaan makna dari setiap perubahan kata

Membahas tentang proses I’lal (perubahan huruf dalam sebuah kata)

Penutup

Bagaimana, sudah ada gambaran mengenai perbedaan nahwu dan sharaf? Semoga artikel kami menambah wawasan bagi Anda semua ya…

Baca Juga:

Tips Mempelajari Ilmu Nahwu: Dari Pemula Hingga Mahir

Ilmu Nahwu: Pengertian, Sejarah, Tujuan Belajar, dan Kelebihan Belajar Nahwu

Photo of author

Rifqi

Saya adalah orang yang hidup di lingkungan pesantren dan sangat mencintai suasana keagamaan di sana. Saya merasa sangat senang ketika mempelajari ilmu agama dan merasa bahwa itu adalah hal yang sangat penting dalam hidup saya.